PSIKOLINGUISTIK SEBAGAI ILMU BAHASA
Pada abad
yang silam terdapat dua aliran filsafat yang saling bertentangan dan yang
sangat memengaruhi perkembangan linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah
aliran empirisme yang erat kaitannya
dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap data
empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur-unsur
pembentukannya sampai yang terkecil. Aliran yang kedua adalah rasionalisme yang
cenderung mengkaji prinsip-prinsip akal yang bersifat batin dan faktor bakat atau
pembawaan yang bertanggung jawab mengatur perilaku manusia. Aliran ini mengkaji
akal sebagai suatu kesatuan yang utuh dan menganggap batin atau akal ini
sebagai faktor yang penting untuk diteliti guna memahami perilaku manusia.
Pada awal
abad ke-20, Ferdinand de Saussure (1858-1913), pakar linguistik berkebangsaan
Swiss, telah berusaha menerangkan apa sebenarnya bahasa itu (linguistik) dan
bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak (psikologi). Dia menegaskan objek
kajian linguistik adalah langue,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole.
Ini berarti, kalau ingin mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin,
yakni linguistik dan psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena
beranggapan segala sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat
psikologis.
Bloomfield,
seorang linguis dari Amerika Serikat dipengaruhi oleh dua buah aliran psikologi
yang bertentangan dalam menganalisis bahasa. Pada mulanya ia sangat dipengaruhi
oleh psikologi mentalisme dan kemudian beralih pada psikologi behaviorisme.
Karena pengaruh mentalisme, Bloomfield berpendapat bahwa bahasa itu merupakan
ekspresi pengalaman yang lahir karena tekanan emosi yang sangat kuat. Sejak
tahun 1925, Bloomfield meninggalkan mentalisme dan mulai menggunakan behaviorisme
dan menerapkannya ke dalam teori bahasanya yang sekarang terkenal dengan nama
linguistik struktural atau linguistik taksonomi.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Linguistik atau Ilmu
Bahasa, memiliki cabang-cabang ilmu seperti Linguistik Mikro dan Linguistik
Makro. Linguistik Mikro adalah cabang ilmu bahasa yang memelajari bahasa dari
dalamnya, dengan perkataan lain, memelajari struktur bahasa itu sendiri.
Sedangkan Linguistik Makro adalah cabang ilmu bahasa yang memelajari bahasa dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk di dalamnya bidang
interdisipliner dan bidang terapan. Beberapa cabang Linguistik Mikro antara
lain adalah Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Semantik. Linguistik mikro
lebih membahas tentang tujuan dan apa yang melatarbelakangi penciptaan bahasa,
serta fungsinya. Sedangkan Linguistik makro meliputi Psikolinguistik,
Sosiolinguistik, Linguistik Komputational, dan sebagainya, karena Linguistik
Makro lebih mengkaitkan ilmu bahasa dengan aspek-aspek yang ada di luar ilmu
kebahasaan. Dalam kesempatan ini, saya akan menjelaskan tentang salah satu
cabang ilmu bahasa makro, yaitu Psikolinguitik. Berdasarkan pengalaman kita,
kita tahu bahwa salah satu cara untuk menjelaskan makna sebuah kata adalah
dengan melalui pendekatan etimologis. Artinya, sebuah kata itu dicari
etimologinya dan dapat baru dipahami maknanya. Kata psikolinguistik pun dapat
dijelaskan dengan pendekatan semacam itu. Secara etimologis kata
Psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni psikologi dan linguistik yang
sebenarnya merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri
sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan.
Namun,
keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek
materinya saja yang berbeda. Linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan
psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian
cara dan tujuannya juga berbeda. Sementara itu, secara etimologis Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan
logos. Kata psyce berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti
“ilmu”. Jadi psikologi, secara harfiahnya berarti “ilmu jiwa”, atau ilmu yang
objek kajiannya adalah jiwa. Pada mulanya, kerja sama antar dua disiplin
itu disebut linguistic psychology dan
ada juga yang menyebutnya psychology of
language. Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih baik, lebih terarah,
dan lebih sistematis di antara kedua ilmu itu, lahirlah satu disiplin ilmu baru
yang disebut Psikolinguistik, sebagai ilmu antardisiplin antara psikologi dan
linguistik. Istilah psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1954, yakni
tahun terbitnya buku Psycholinguistics :
A Survey of Theory an Research Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik
merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila
seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu
berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia (Simanjuntak, 1987 : 1). Psikolinguistik
mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat- kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi,
dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh
manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973). Secara teoretis
tujuan utama psikolinguistik adalah mencari teori yang bisa diterima secara
linguistik dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan
pemerolehannya.
Kerjasama antara psikologi dan linguistik
tampaknya belum cukup untuk dapat menerangkan hakikat bahasa, seperti tercermin
dalam definisi-definisi tersebut di atas. Berikut
adalah beberapa subdisiplin ilmu dalam psikolinguistik. Subdisiplin dalam Psikolinguistik, meliputi psikolinguistik teoretis,
psikolinguistik perkembangan, psikolinguistik sosial, psikolinguistik
pendidikan, psikolinguistik eksperimental, neuropsikolinguistik, dan
psikolinguistik terapan.
Psikolinguistik teoretis, adalah cabang psikolinguistik
yang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori bahasa, misalnya
tentang hakikat bahasa, ciri bahasa manusia, teori kompetensi dan performansi
atau teori langue dan parole, dan sebagainya. Psikolinguistik perkembangan, membicarakan tentang pemerolehan
bahasa, misalnya peranti pemerolehan bahasa dan periode kritis pemerolehan
bahasa. Subdisiplin ini mengkaji proses
pemerolehan fonologi, proses pemerolehan semantik, proses pemerolehan sintaksis
secara berjenjang, bertahap, dan terpadu. Psikolinguistik
sosial, membicarakan tentang aspek-aspek sosial
bahasa, misalnya sikap bahasa, akulturasi bahasa, jarak sosial dan pendidikan. Bagi
suatu masyarakat bahasa, bahasa bukan hanya merupakan suatu gejala dan
identitas sosial saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan batin dan nurani yang
sukar ditinggalkan. Psikolinguistik pendidikan, membicarakan tentang aspek
pendidikan secara umum di sekolah, terutama mengenai peranan bahasa dalam
pengajaran bahasa pada umumnya.
Psikolinguistik eksperimental, membicarakan tentang eksperimen
eksperimen dalam semua bidang yang melibatkan bahasa dan perilaku bahasa. Neuropsikolinguistik, membicarakan
tentang hubungan bahasa dengan otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis struktur biologis otak, serta telah memberi nama pada bagian-bagian struktur otak itu. Psikolinguistik terapan,
membicarakan tentang penerapan temuan-temuan subdisiplin psikolinguistik. Yang termasuk dalam subdisiplin ini adalah psikologi,
linguistik, pertuturan dan pemahaman, pemelajaran bahasa.
Pemelajaran
bahasa merupakan sebuah proses. Pada hal ini, berarti bahwa dalam pemelajaran
bahasa terdapat rangkaian perilaku yang menyebabkan terjadinya berbagai
perubahan, yaitu penggantian secara bertahap sebuah kondisi dengan kondisi
dengan kondisi lain yang mengarah pada keadaan akhir yang diharapkan. Kegiatan
pemelajaran bahasa akan berjalan dengan baik, jika dilandasi oleh metode-metode
pendukung yang efisien. Psikolinguistik telah bermanfaat dalam menjalankan
pemelajaran keterampilan berbahasa dan mencerahkan hubungan bahasa dengan proses
mental pada saat proses resepsi dan produksi bahasa terjadi. Proses resepsi
meliputi aktifitas menyimak dan membaca. Manfaat berbagai temuan studi
psikolinguistik terhadap pemelajaran keterampilan berbahasa, dikemukakan pada
kegiatan belajar. Berikut adalah beberapa teori pemelajaran bahasa dalam
psikologi.
Teori Stimulus-Respons. Teori ini memiliki dasar pandangan bahwa perilaku berbahasa,
bermula dengan adanya stimulus yang segera menimbulkan respons. Teori ini
bermula dari hasil eksperimen Ivan P. Pavlov, seorang ahli fisiologi Rusia,
terhadap seekor anjing percobaannya. Teori-Teori
Kognitif. Teori ini pada awal kelahirannya dimulai dengan penggabungan
teori S-R dan teori Gestalt yang dilakukan oleh Tolman dan kawan-kawan. Maksud
dari teori ini adalah pengkajian bagaimana caranya persepsi memengaruhi
perilaku dan bagaimana caranya pengalaman memngaruhi persepsi. Dengan kata
lain, teori kognitif mengkaji proses-proses akal atau mental yang berlaku pada
waktu proses pemelajaran berlangsung.
Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
seorang anak ketika memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa-ibunya. Pemelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak
memelajari bahasa kedua, setelah dia memeroleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan
bahasa pertama, sedangkan pemelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Menurut Chomsky, pemerolehan bahasa
pertama seorang anak terdiri dari tiga
buah pemerolehan bahasa, yakni pemerolehan fonologi, pemerolehan sintaksis, dan
pemerolehan semantik.
Pemerolehan
fonologi didukung oleh beberapa teori seperti Teori Struktural Universal, Teori
Generatif Universal, Teori Proses Fonologi Ilmiah, Teori Prosodi-Akustik, serta
Teori Kontras dan Proses. Teori
Struktural Universal, dikemukakan oleh Jakobson. Pada intinya teori ini
mencoba menjelaskan pemerolehan fonologi berdasarkan struktur-struktur
universal linguistik, yaitu hukum-hukum struktural yang mengatur setiap
perubahan bunyi.
Teori Generatif Universal, diperkenalkan oleh Jakobson
tetapi dikembangkan lagi oleh Moskowitz dengan cara menerapkan unsur-unsur
fonologi generatif yang diperkenalkan oleh Chomsky dan Halle. Menurut teori ini
adalah penemuan konsep dan pembentukan hipotesis berupa rumus-rumus
yang dibentuk oleh anak berdasarkan Data Linguistik Utama, yaitu kata-kata dan
kalimat-kalimat yang didengarnya sehari-hari. Teori Proses Fonologi Ilmiah, diperkenalkan oleh David Stampe.
Menurut teori ini, proses fonologi anak bersifat nurani yang harus mengalami
penindasan, pembatasan, dan pengaturan yang sesuai dengan penuranian
representasi fonemik orang dewasa.
Teori Prosodi-Akustik, diperkenalkan oleh Waterson.
Berdasarkan teori ini, pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial sehingga
kajiannya lebih tepat dilakukan di rumah dalam konteks sosial yang sebenarnya
daripada pengkajian data-data eksperimen, lebih-lebih untuk mengetahui
pemerolehan fonologi. Teori Kontras dan
Proses, diperkenalkan oleh Ingram. Berdasarkan teori ini, anak memeroleh
sistem fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan strukturnya sendiri dan
kemudian mengubah struktur tersebut jika pengetahuan mengenai sistem orang
dewasa semakin baik.
Pemerolehan
sintaksis didukung oleh beberapa teori seperti Teori Tata Bahasa Pivot, Teori
Hubungan Tata Bahasa Nurani, Teori Hubungan Tata Bahasa dan Informasi Situasi,
Teori Kumulatif Kompleks, dan Teori Pendekatan Semantik. Teori Tata Bahasa Pivot, diperkenalkan oleh Braene, Bellugi, Brown
dan Fraser, serta Miller dan Ervin. Menurut teori ini, ucapan dua kata-kata
anak terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya
kata-kata itu dalam kalimat. Kedua kata tersebut kemudian dikenal dengan nama kelas pivot dan kelas terbuka. Pada umumnya kelas pivot terdiri dari kata-kata
fungsi, sedangkan yang termasuk kelas terbuka terdiri dari kata-kata isi atau
kata-kata penuh berupa nomina dan verba.
Teori Hubungan Tata Bahasa Nurani, diperkenalkan oleh
Chomsky. Berdasarkan teori ini, hubungan tata bahasa tertentu seperti Subjek, Predikat, Objek, adalah bersifat
universal dan dimiliki oleh semua bahasa. Berdasarkan teori tersebut, Mc Neil
berpendapat bahwa pengetahuan anak mengenai hubungan tata bahasa universal
adalah bersifat nurani, karena memengaruhi pemerolehan sintaksis anak sejak
tahap awalnya. Teori Hubungan Tata Bahasa
dan Informasi Situasi, diperkenalkan oleh Bloom. Menurut teori ini,
hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi, belum mencukupi
untuk menganalisis ucapan atau bahasa anak. Maka diperlukan sebuah situasi
untuk dapat menganalisisnya.
Teori Kumulatif Kompleks, dikemukakan oleh Brown.
Berdasarkan teori ini, urutan pemerolehan sintaksis oleh anak ditentukan oleh
kumulatif kompleks semantik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang
sedang diperoleh itu. Jadi, tidak sama sekali ditentukan oleh frekuensi
munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan orang dewasa. Teori Pendekatan Semantik, diperkenalkan
oleh Greenfield dan Smith. Akan tetapi lebih dulu diperkenalkan oleh Bloom. Berdasarkan
teori ini, pendekatan semantik menemukan struktur ucapan berdasarkan hubungan-hubungan
semantik.
Pemerolehan
semantik didukung oleh beberapa teori seperti Teori Hipotesis Fitur Semantik,
Teori Hipotesis Hubungan-Hubungan Gramatikal, Teori Hipotesis Generalisasi,
serta Teori Hipotesis Primitif-Primitif Universal. Teori Hipotesis Fitur Semantik. Menurut beberapa ahli
psikolinguistik perkembangan, anak memeroleh makna suatu kata dengan cara
menguasai fitur-fitur semantik sampai benar-benar menguasainya. Teori ini
memandang bahwa fitur-fitur makna yang digunakananak dianggap sama dengan fitur
makna orang dewasa.
Teori Hipotesis Hubungan-Hubungan Gramatikal, diperkenalkan oleh Mc
Neil. Menurut teori ini, pada waktu dilahirkan seorang anak telah dilengkapi
dengan hubungan-hubungan gramatikal dalam yang nurani. Secara horizontal, pada
mulanya anak hanya memiliki beberapa fitur semantik untuk setiap butir leksikal
terhadap penguasaan bahasanya. Teori
Hipotesis Generalisasi, diperkenalkan oleh Anglin. Menurut teori ini,
perkembangan semantik anak mengikuti satu proses generalisasi, yakni kemampuan
anak melihat hubungan-hubungan semantik antara nama-nama benda mulai dari yang
kongkret sampai yang abstrak. Teori
Hipotesis Primitif-Primitif Universal, diperkenalkan oleh Postal, lalu
dikembangkan oleh Bierwisch. Menurut teori ini, menyatakan bahwa
primitif-primitif semantik atau komponen-komponen semantik mewakili kategori
yang sudah ada sejak awal yang digunakan oleh manusia untuk menggolongkan
struktur benda-benda yang diamati manusia.
Perkembangan
atau pertumbuhan sel otak manusia berlangsung dengan sangat cepat, sejak bayi
hingga akhir masa remaja. Otak terbagi atas dua hemisfer, yakni hemisfer kanan
dan hemisfer kiri. Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa,
tetapi tanpa hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi monoton,
tak ada prosodi, tak ada lagu kalimat, tanpa menampakkan adanya emosi, dan
tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa. Ada beberapa teori yang mendukung proses
pembicaraan bahasa, seperti Teori Laterisasi dan Lokalisasi. Teori Lateralisasi
menyatakan bahwa pusat-pusat bahasa berada pada hemisfer kiri. Sedangkan Teori
Lokalisasi menyatakan bahwa pusat-pusat bahasa berada di daerah kedua hemisfer.
Selain itu, dilihat dari jenis kelamin. Otak wanita dengan otak pria terdapat
beberapa perbedaan. Otak wanita lebih maju dibandingkan otak pria, karena otak
wanita lebih seimbang, tajam, awet dan selektif.
Manusia yang
normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik.
Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu
memunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Secara
medis, gangguan berbahasa terdiri atas gangguan berbicara, gangguan
multifaktorial, dan psikogenik. Gangguan berbicara disebabkan karena kelainan
paru-paru, lidah, bahkan pita suara. Gangguan multifaktorial disebabkan karena
penyakit seperti kerusakan otak, artikulasi yang rusak, bahkan karena sering
membisu. Sedangkan gangguan psikogenik disebabkan karena manja, latah, kemayu
dan gagap. Selain gangguan medis, masih ada gangguan berbahasa, berpikir, serta
lingkungan. Gangguan berbahasa disebabkan karena ketidakseimbangan antara
hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Kemudian gangguan berpikir disebabkan karena
gangguan otak seperti pikun, sisofrenik dan depresif. Sedangkan gangguan
lingkungan disebabkan karena kurang sosialisasi antar sesama.
Suherlan & Rosidin, Odien.
2004. Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya :
Pengantar Memahami Linguistik. Serang : FKIP Untirta Serang.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, Leo Idra & Sodiq, Syamsul. 2003. Psikolinguistik. Jakarta : Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik
: Kajian Teoretik. Jakarta : Rineka Cipta.
bagus :) membantu saya sekali. makasih
BalasHapusterima kasih... :)
BalasHapus